Kaya Apa Sih Rasanya Caesar? Baca Ya Bun ...

22.15

Hola Calon Ibuk!

Diawali dengan kegelisahan saya menjelang proses persalinan karena masih buta sebuta - butanya, ditambah membaca pertanyaan yang keep popping up tentang proses persalinan caesar, disini saya mau berbagi kisah persalinan putri pertama saya yang dijalani lewat SC sekitar Oktober 2018.

Sebelumnya Buk, berdamailah dengan SC. I know, banyak orang di luar sana yang mencibir proses persalinan Sectio Caesarea yang biasa kita kenal dengan Caesar. Dibilang 'belum jadi ibu yang sempurna' pun saya pernah, persis setelah melahirkan. What did I do? Cuekin! Tutup kuping! 


Alasan Caesar
Beragam alasan yang mendasari proses SC. Alhamdulillah, kondisi saya pada waktu itu adalah ketuban menipis yang diketahui lewat USG. Pilihannya: induksi atau SC. I dont wanna risk it. Saya memilih Caesar karena toh induksi hanya memancing rasa mulas yang super parah, keberhasilannya belum dipastikan karena kondisi saya bayinya belum masuk panggul.

Biaya
Rentang biaya SC sendiri paling murah 5 juta setahu saya, maksimal entahlah. Tergantung RS, kamar, dll. Saya sendiri waktu itu gratis, karena ditanggung BPJS. Kapan - kapan saya bahas bagaimana proses pemeriksaan kehamilan sampai melahirkan dengan BPJS. Saya cuma diminta beli kendi buat ari - ari, gurita, dan perlengkapan lain. 

Rincian Proses
Proses Caesar saya dadakan, tidak direncanakan akan melahirkan sebelumnya. Usia kehamilan alhamdulillah cukup sekitar 38 minggu. Dokter Kandungan saya yang super cantik dan baik, dr. Helmina, SPOG meminta saya ke ruang perawat untuk persiapan pra Caesar.
  1. Saya diminta melepas semua baju dan diganti dengan baju operasi. Beberapa form pernyataan juga disodorkan untuk diisi dan ditandatangani. Standar sih ya, data kita, alamat, pendidikan, persetujuan anestesi dan lainnya.
  2. Setelah selesai, saya diminta berbaring, dipasang selang oksigen dan infus. Perawat mengukur detak jantung bayi dan menyimpulkan bahwa bayi mulai stress karena ketuban mulai sedikit. Tekanan darah saya juga diukur dan masih normal (padahal waktu daftar cenderung rendah). Perawat lain datang untuk tes pembekuan darah di tangan. Saya diminta berbaring ke kiri dan memencet tombol sebuah alat apabila bayi di dalam bergerak. Pada saat itu saya agak was - was karena gerakan malah semakin berkurang.
  3. Beberapa jam kemudian saya masuk ke ruang Operasi. Disana sudah ada orang yang menunggu. Entah dokter atau perawat, maklum minus mata saya 6 dan kacamata diminta lepas. Tekanan darah saya kembali diukur dan kali ini malah tinggi. 
  4. Saya diminta duduk oleh dokter anestesi. Baju bagian belakang dibuka. Dua orang perawat menekan bahu saya agar tidak bergerak. "Agak sakit ya bu.. Ditahan jangan bergerak." Rupanya inilah yang dimaksud suntikan di tulang belakang. Tenang, nggak terlalu sakit kok. Standar kaya suntikan biasa, cuma faktor tegang aja. Ketika anestesi mulai bekerja, yang dirasa adalah kesemutan di kaki yang semakin menjalar. Ternyata, konsep anestesinya adalah menghilangkan rasa sakit, bukan rasa ketika disentuh.
  5. Dokter Helmina datang dengan ramahnya, memulai proses SC dengan berdoa bersama. Lalu saya merasakan torehan di perut bagian bawah. Nggak sakit, tapi berasa ...
  6. Proses SC sangat cepat, tapi entah kenapa saya sangat mengantuk sehingga tertidur di ruang operasi. Dokter Helmina membangunkan saya untuk menunjukkan Nayya yang sukses dikeluarkan dari perut, tapi percuma dok.. mata saya kan rabun :( Saya pun balik tidur ...
  7. Ketika membuka mata pertama kali, saya ada di ruang sendirian, belum dibawa ke ruang rawat. Bius masih bekerja. Belum ada rasa sakit. Suami dengan wajah girangnya bercerita tentang si bayi yang sudah sukses dia adzani. Pertanyaan saya cuma satu: Sehat nggak? Dia menjawabnya dengan berbinar. Saya lagi - lagi saking mengantuknya pun memejamkan mata. 
  8. Setelah dibawa ke ruang rawat, tiga jam kemudian bius mulai hilang. Rasanya? Siap - siap ya Buk.. Suaaakiiiiit. Seperti perut bawah ditusuk pisau berulang kali. Terus - terusan. Ditambah remasan hebat di bagian jahitan operasi. Saya menangis di malam pertama. Rasanya ingin menyerah. Pagi harinya seorang perawat datang dan menggantikan baju saya dengan daster. Badan rasanya kaku. Mau bangun susah. Nayya dibawa pagi - pagi tapi masih dalam kondisi tidur. Saya pun tidak bisa menyusui karena susah angkat badan. Nafsu makan hilang. Untuk duduk nggak bisa sempurna. Nggak bisa ditarik untuk duduk karena perut sakit luar biasa. Harus dibantu ranjang yang pelan - pelan ditegakkan. 
  9. Malam kedua kateter sudah dilepas. Saya terpaksa harus bangun untuk BAK. Perawat bilang, untuk bisa pulang syaratnya harus pup. Jadilah saya berbohong bilang sudah pup. Ketika BAK di kamar mandi belum bisa duduk apalagi jongkok, jadinya berdiri deh. Di hari kedua barulah saya belajar untuk duduk dan lagi - lagi masih sakit.
  10. Hari ketiga saya boleh pulang :) Sakit masih terasa, obat cina sudah di tangan, tapi masih saya tahan karena kabarnya bisa mengganggu keluarnya ASI. RS membawakan obat antibiotik, penghilang rasa nyeri, dan vitamin. 
  11. Perut masih dipakaikan gurita, harusnya sampai seminggu, tapi begitu sampai rumah saya buka. BPJS tidak menanggung perban anti air, tapi Ibuk bisa kok request untuk pasangkan (dengan biaya sendiri ya) jadi bisa langsung mandi. Saya tahan tidak mandi seminggu sampai ganti perban dan kontrol jahitan.
  12. Sakitnya sudah hilang di hari ketiga, tapi belum bisa bangun dari posisi tidur ke duduk secekatan dulu. Harus cari pegangan, miring kiri kanan susah, baru bisa bangun. Pas kontrol jahitan, ternyata saya kurang makan protein. Baiknya memang konsumsi protein yang banyak supaya cepat sembuhnya. Akhirnya saya makan telur 5 butir langsung dan alhamdulillah agak baikan.
Sekian proses SC yang saya alami. Baik normal maupun SC, yang terpenting Ibuk dan si kecil selamat tanpa kurang satu apapun. 

You Might Also Like

0 komentar

You may put your two cents here.